a . Perencanaan dakwah Islam
Setiap usaha, apapun tujuannya hanya dapat berjalan secara efektif dan efisien jika sebelumnya sudah dipersiapkan dan direncanakan terlebih dahulu dengan matang.
“Setiap usaha, apapun tujuannya hanya dapat berjalan secara efektif dan efisien jika sebelumnya sudah dipersiapkan dan direncanakan terlebih dahulu dengan matang. ”perencanaan merupakan proses yang sistematis dalam pengambilan keputusan tentang tindakan yang akan dilakukan pada waktu yang akan datang. Pendapat lain :
”Perencanaan ialah pemilihan dan penghubungan fakta-fakta serta perbuatan dan penggunaan perkiraan-perkiraan/asumsi-asumsi untuk masa yang akan datang dengan jalan menggambarkan dan merumuskan kegiatan-kegiatan yang diperlukan untuk mencapai hasil yang diinginkan.
Dalam organisasi dakwah Islam , merencanakan disini menyangkut merumuskan sasaran atau tujuan dari organisasi dakwah. Dengan perencanaan, penyelenggaraan dakwah dapat berjalan secara terarah dan teratur rapi. Hal ini disebabkan adanya pemikiran secara seksama dan matang mengenai hal-hal apa yang harus dilaksanakan dan bagaimana cara melakukannya dalam penyelenggaraan dakwah itu, maka dapatlah dipertimbangkan kegiatan-kegiatan apa yang harus mendapatkan prioritas dan didahulukan dan mana kegiatan-kegiatan yang harus dijalankan setelah prioritas pertama. Dengan dasar-dasar inilah kegiatan-kegiatan dakwah itu dapat diurut dan diatur sedemikian rupa, tahap demi tahap yang mengarah pada pencapaian sasaran-sasaran dan tujuan yang telah ditetapkan. Disamping itu perencanaan juga memungkinkan dipilihnya tindakan-tindakan yang tepat, sesuai dengan situasi dan kondisi yang benar-benar dihadapi pada saat dakwah diselenggarakan. Hal ini dapat terjadi disebabkan perencanaan mendorong pimpinan dakwah untuk terlebih dahulu membuat perkiraan dan perhitungan mengenai berbagai kemungkinan yang akan terjadi dan dihadapi berdasarkan hasil pengamatan atau penelitian dan penganalisaannya terhadap situasi dan kondisi yang ada. Dengan demikian, maka kegiatan-kegiatan dakwah yang diselenggarakan benar-benar dapat mencapai sasaran-sasaran yang dikehendaki.
Selanjutnya dengan adanya perencanaan, kemudian dapatlah dipersiapkan terlebih dahulu tenaga-tenaga pelaksana dakwah yang diperlukan, begitu pula alat-alat perlengkapan dan fasilitas lainnya. Jika seanda’inya dalam kondisi tertentu dimana terdapat hal-hal yang belum dipersiapkan, seperti alat-alat perlengkapan dan fasilitas lainnya, maka paling tidak sudah dapat disadari adanya kekurangan-kekurangan itu, sehingga dalam proses penyelenggaraan dakwah dapat pula dilakukan usaha-usaha untuk mencukupi kekurangan-kekurangan itu. Misalnya dengan mengadakan usaha-usaha mengembangkan kemampuan tenaga-tenaga yang ada, mencari sumber-sumber dana baru untuk mencukupi kebutuhan dan sebagainya. Namun jika usaha-usaha membina potensi tenaga dan dana pada akhirnya diprediksikan tidak berhasil juga, maka perencanaan yang sebelumnya telah disusun itu dapat diadakan perubahan-perubahan dan penyesuaian-penyesuaian seperlunya, sehingga dalam keadaan bagaimanapun proses dakwah tetap dapat diselenggarakan dengan sebaik-baiknya. Suatu hal yang perlu disadari, bahwa suatu rencana itu tidaklah bersifat kaku, melainkan bersifat fleksibel.
Fungsi perencanaan lainnya bagi proses dakwah Islam adalah untuk memudahkan pimpinan dakwah dalam melakukan pengawasan dan penilaian terhadap penyelenggaraan dakwah, baik yang sedang dalam proses, maupun yang sudah selesai. Suatu proses dakwah Islam dikatakan dapat berjalan dengan baik jika penyelenggaraannya sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan. Sebaliknya suatu proses dakwah dikatakan tidak dan kurang berhasil, jika penyelenggaraannya tidak sesuai atau menyimpang dari rencana yang telah disusun.
1. Langkah-langkah Perencanaan Dakwah
2. Perkiraan dan perhitungan masa depan (forecasting)
3. Segi-segi Fore Casting Dakwah
Sesuai dengan luasnya scope dakwah yang mencakup dan memasuki segenap aspek kehidupan, maka kejadian dan kemungkinan yang diperkirakan dan diperhitungkan akan timbul dan terjadi di masa depan itu pun mencakup berbagai segi pula. Segi-segi atau hal-hal yang akan berpengaruh bagi penyelenggaraan dakwah itu sifatnya luas sekali. Ada yang bersifat intern, yaitu yang terdapat dalam tubuh subyek atau penyelenggara dakwah sendiri. Selain intern, ada yang bersifat ekstern, yaitu hal-hal yang terdapat di luar tubuh subyek atau penyelenggara dakwah. Hal-hal itu ada yang bersifat positif, yaitu mendorong dan membantu penyelenggara dakwah, dan ada pula yang bersifat negative, yaitu yang merupakan penghalang dan penghambat bagi kelancaran jalannya proses dakwah. Di samping itu segi-segi atau hal-hal yang punya pengaruh bagi proses dakwah itu ada yang dapat dirasakan, tetapi ada juga yang tidak. Ada yang mempunyai pengaruh yang dominan, tapi ada juga yang tidak.
b. Pengorganisasian dakwah
Pengorganisasian adalah fungsi manajemen dan merupakan suatu proses yang dinamis, sedangkan organisasi merupakan alat atau wadah yang statis. Pengorganisasian dapat diartikan penentuan pekerjaan-pekerjaan yang harus dilakukan, pengelompokkan tugas-tugas dan membagi-bagikan pekerjaan kepada setiap karyawan, penetapan departemen-departemen (subsistem) serta penentuan hubungan-hubungan. Organizing berasal dari kata organize yang berarti menciptakan struktur dengan bagian-bagian yang terintegrasikan sedemikian rupa, sehingga hubungannya satu sama lain terikat oleh hubungan terhadap keseluruhannya.
”Satu pendapatsian adalah suatu proses penentuan, pengelompokkan, dan pengaturan bermacam-macam aktivitas yang diperlukan untuk mencapai tujuan, menempatkan orang-orang pada setiap aktivitas ini, menyediakan alat-alat yang diperlukan, menempatkan wewenang yang secara relatif didelegasikan kepada setiap individu yang akan melakukan aktivitas-aktivitas tersebut”.
”Menurut pendapat lain, ”Penggorganisasian merupakan tindakan mengusahakan hubungan-hubungan kelakuan yang efektif antara orang-orang, sehingga mereka dapat bekerjasama secara efisien dan dengan demikian memperoleh kepuasan pribadi dalam hal melaksanakan tugas-tugas tertentu dalam kondisi lingkungan tertentu guna mencapai tujuan atau sasaran”.
pendapat lain :
”Fungsi pengorganisasian dari pada manager meliputi penentuan, penghitungan kegiatan-kegiatan yang diperlukan untuk mencapai tujuan-tujuan perusahaan, pengelompokkan kegiatan-kegiatan, penempatyan kelompok kegiatan-kegiatan termaksud ke dalam suatu bagian yang dikepalai oleh seorang manager, serta pelimpahan wewenang untuk melaksanakannya.
Pengorganisasian mempunyai arti penting bagi proses dakwah, sebab dengan pengorganisasian, maka rencana dakwah menjadi lebih mudah pelaksanaannya, hal ini disebabkan banyak sekali kebutuhan dalam kehidupan manusia yang tidak dapat dipenuhi dengan usaha sendiri, melainkan memerlukan kerja dan usaha bersama-sama dengan orang lain, demikian halnya dengan proses dakwah.
Pengorganisasian dakwah dapat dirumuskan sebagai “rangkaian aktivitas menyusun suatu kerangka yang menjadi wadah bagi segenap kegiatan usaha dakwah dengan jalan membagi dan mengelompokkan pekerjaan yang harus dilaksanakan serta menetapkan dan menyusun jalinan hubungan kerja diantara satuan-satuan organisasi atau petugasnya.
Pengorganisasian dalam dakwah meliputi tiga hal, yaitu Taujih (pengarahan), tauzhif (penugasan) dan tashnif (pengklasifikasian). Selanjunya dengan pengorganisasian, dimana kegiatan-kegiatan dakwah diperinci sedemikian rupa, akan memudahkan bagi pemilihan tenaga-tenaga yang diperlukan untuk melaksanakan tugas-tugas dalam dakwah, serta sarana atau alat-alat yang dibutuhkan. Dengan demikian, pemerincian tugas merupakan penunjuk untuk menentukan tenaga pelaksana dakwah dan sarana atau alat-alat yang diperlukan.
Pengorganisasian yang mengandung koordinasi, akan mendatangkan keuntungan pula berupa terpadunya berbagai kemampuan dan keahlian dari pelaksana dakwah dalam satu kerangka kerjasama dakwah, yang kesemuanya diarahkan pada sasaran yang telah ditentukan. Akhirnya dengan pengorganisasian, dimana masing-masing pelaksana menjalankan tugasnya pada kesatuan- kesatuan kerja yang telah ditentukan serta masing-masing dengan wewenang yang telah ditntukan pula, akan memudahkan pimpinan dakwah dalam mengendalikan dan mengevaluasi penyelenggaraan dakwah. Manakala dakwah dilakukan tanpa organisasi yang rapi, maka resikonya adalah pengeluaran tenaga dan biaya yang demikian tingginya tanpa menghasilkan suatu prestasi dakwah sebagaimana yang diharapkan.
c. Pengawasan dakwah
Kata control dalam bahasa Indonesia terjemahannya belum sama, ada yang menterjemahkannya dengan kata pengawasan ada pula dengan kata pengendalian.
Manurut pendapat lain :
”Pengendalian dapat didefinisikan sebagai proses penentuan, apa yang harus dicapai yaitu standar, apa yang sedang dilakukan yaitu pelaksanaan, menilai pelaksanaan dan apabila perlu melakukan perbaikan-perbaikan, sehingga pelaksanaan sesuai dengan rencana yaitu selaras dengan standar.”
pendapat lain :
Pengawasan atau pengendalian dakwah membantu para da’i ’ untuk memonitior keefektifan aktifitas perencanaan dan pengorganisasian dakwah. Pengorganisasian dakwah juga dimaksudkan untuk mencapai suatu aktivitas dakwah yang optimal. Jadi, Pengendalian dalam dakwah adalah berfungsi :adanya standar sebagai ukuran dari hasil kerja dakwah yang dijalankan, Adanya pemeriksaan dan penelitian terhadap tugas dakwah.
e. Evaluasi dakwah
Penyelenggaraan dakwah dikatakan dapat berjalan dengan baik dan efektif, bilamana tugas-tugas dakwah yang telah diserahkan kepada para pelaksana itu benar-benar dilaksanakan serta pelaksanaannya sesuai dengan rencana dan ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan.
Untuk mengetahui apakah tugas-tugas dakwah dilaksanakan oleh para pelaksana, bagaimana tugas itu dilaksanakan, sudah sampai sejauh mana pelaksanaannya, apakah tidak terjadi penyimpangan-penyimpangan, dan sebagainya, maka di perlukan adanya evaluasi kegiatan dakwah, untuk itu pengevaluasian terdiri dari langkah-langkah sebagai berikut:
1. Menetapkan standart (alat ukur)
Langkah pertama dalam proses pengevaluasian kegiatan dakwah adalah menetapkan standart atau alat pengukur. Dengan alat pengukur itu barulah dapat dikatakan apakah tugas dakwah yang telah ditentukan dapat berjalan dengan baik, atau dapat berjalan tetapi kurang berhasil, atau samasekali mengalami kegagalan total dan sebagainya. Standart atau alat pengukur ini berbentuk: ukuran kwalitas, yang berarti mengulkur pekerjaan dari segi mutunya. Ukuran kwantitas, yang berarti mengukur hasil pekerjaan dari segi jumlahnya. Ukuran waktu, yang berarti mengukur hasil pekerjaan dari segi waktu yang dipergunakan. Ukuran biaya, yang berarti mengukur hasil pekerjaan dari segi seberapa besar biaya yang di perlukan untuk menyelesaikan proses dakwah tersebut. Untuk menetapkan standart ini akan jadi tidak terlalu sulit jika tugas yang hendak dibuat standartnya itu menyangkut tugas-ugas yang konkrit, seperti membangun masjid, mushalla, langgar dan sebagainya. Namun menetapkan standart ini akan jadi sulit jika tugas yang hendak dibuat standartnya itu menyangkut hal-hal yang sifatnya abstrak, seperti misalnya kwalitas ke-islaman dari masyarakat yang diinginkan, kwalitas kemampuan kecerdasan dari anak-anak didik, dan sebagainya
2. Mengadakan pemeriksaan dan penelitian terhadap pelaksanaan tugas dakwah
Langkah kedua dari proses evaluasi dakwah adalah mengadakan pemeriksaan dan penelitian terhadap pelaksanaan tugas dakwah yang telah ditetapkan. Dalam fase ini, diadakan pemeriksaan dan penelitian bagaimana dan sejauh mana rencana yang telah ditetapkan itu berhasil dapat dilaksanakan.
Pemeriksaan dan penelitian dengan cara ini dilakukan dengan jalan pimpinan dakwah mengarahkan perhatiannya terhadap pengecualian atau keistimewaan yang terjad. Untuk ini pimpinan harus menetapkan terlebih dahulu target-target yang harus dicapai. Sepanjang keguatan-kegiatan berjalan menurut rencana, maka tidak banyak pehatian diarahkan ke situ. Tetapi bila terjadi penyimpangan, seperti kemunduran dan sebagainya, segeralah diadakan pemeriksaan dan penelitian, mengapa sampai terjadi penyimpanganitu. Dengan cara ini maka pengendalian dapat dilaksanakan secara lebih efektif. Sebab perhatian sejak semula memang diarahkan pada kemungkinan terjadinya penyimpangan itu.
Dalam rangka memilih cara mana yang sesuai dengan penyelenggaraan dakwah, kiranya kombinasi dari cara-cara tersebut sangat bermanfa’at. Di samping kadang-kadang pimpinan dakwah mengadakan peninjauan langsung, juga meminta kedatangan para pelaksana dan laporan tertulisnya.
3. Membandingkan antara pelaksana tugas dengan standart
Setelah pimpinan dakwah memperoleh informasi selengkapnya mengenai pelaksanaan tugas dakwah dan hasilnya, maka langkah berikutnya adalah membandingkan antara pelaksanaan tugas dakwah dan hasil senyatanya dengan standart yang telah ditetapkan. Dari hasil perbandingan antara hasil senyatanya dengan hasil yang seharusnya dicapai, dapatlah diadakan penilaian, apakah proses dakwah berjalan dengan baik atau sebaliknya. Apabila ternyata proses dakwah berjalan dengan baik, artinya pelaksanaan tugas berjalan sesuai dengan rencana dan hasilnya dapat mencapai atau mendekati target-target yang telah ditetapkan, maka tidaklah perlu dicurahkan perhatian kesitu. Tetapi apabila ternyata pelaksanaan tugas tidak sesuai rencana. Begitu pula hasilnya tidak dapat mencapai target yang telah ditetapkan, maka pimpinan dakwah harus memfokuskan perhatiannya ke arah penyimpangan-penyimpangan yang telah terjadi itu. Dengan demikian penggunaan metode pengecualian pada fase ini akan sangat efektif.