Agama Islam Di Mata Dunia

0 komentar

Ahir ahir ini dunia memandang Islam identik dengan teroris, Islam agama teroris, setiap ada keributan di dunia selalu Islam yang di salahkan dan ujung ujungnya muncul pandangan kalau Agama Islam adalah Agama di sebar dengan kekerasan dan peperangan, benarkah itu, itu pandangan yang keliru, karena Agama Islam mengajarkan tentang kedamaian, islam adalah kedamaian dan Islam di sebarkan dengan damai bukan
kekerasan, mari kita buktikan. Allah SWT dalam Al-Qur’an telah berfirman dalam Surat 


Al Baqarah Ayat 256 yang artinya :
Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam); Sesungguhnya Telah jelas jalan yang benar daripada jalan yang sesat. Karena itu barangsiapa yang ingkar kepada Thaghut dan beriman kepada Allah, Maka Sesungguhnya ia Telah berpegang kepada buhul tali yang amat Kuat yang tidak akan putus. dan Allah Maha mendengar lagi Maha Mengetahui.( Al- Baqarah Ayat 256)
Dilihat dari firman Allah SWT dalam surat Al- Baqarah Ayat 256 tersebut diatas, dijelaskan bahwa agama Islam adalah agama yang di sebarkan dengan damai artinya Ajaran agama Islam tidak memaksakan orang untuk masuk agama Islam, Islam disebarkan dengan Hikmah bukan dengan pedang atau kekerasan seperti adanya pandan peperangan. Tugas Nabi Muhammad SAW hanya menyampaikan ajaran Islam selebihnya merekan bebas menentukan pilihan agamamereka masing masing.
Salah satu bukti: Nabi Muhammad SAW membuat perjanjian dengan yahudi di Madinah yang isinya bahwa Agama Islam dan Yahudi penduduk Madinah dan mereka berhak menjalankan agama yang  di anut, Di  zaman Umar, diberikannya perlindungan dan jaminan keselamatan untuk penduduk Baitul Maqdis dan Salib, gereja gereja tidak boleh diganggu oleh siapapun.
Dari penjelasan diatas, apakah Islam masih dianggap sebagai agama teroris, Agama Islam yang di sebarkan dengan peperangan? Kita kembalikan pada : Pandangan siapa dan dari segi apa pandangan itu.

Blog/ Cara Cepat Membuat Privasy Policy Blogger

0 komentar

Google Adsense adalah PPC terbesar di dunia internet sehingga untuk bisa menjadi penayang di google adsense blogger harus memenuhi criteria dan persyaratan yang di dibuat oleh adsense, salah satunya seorang blogger harus membuat PRIVACY POLICY di blogyang akan didaftarkan ke adsense karena privacy policy ini adalah persyaratan pertama dan utama untuk mendaftar, artinya sebelum mendaftar menjadi penayangadsense kita harus membuat privacy policy adsense terlebih dahulu.
Untuk membuat privacy policy adsense ini, pihak google adsense sudah menyediakan sarana untuk membuatnya sehingga memudahkan anda untuk membuatnya. Saya memang belum mendaftarkan blogini di sebagai penayang adsense karena masalah umur blog, tapi tidak ada salahnya saya berbagi tentang cara membuat Privacy Policy Adsense.

Berikut ini saya akan sedikit memberikan toritorial membuat privacy policy adsense :
Masuklah ke link di bawah ini>


Setelah jendela baru terbuka anda akan diminta untuk memasukkan alamat website yang ingin anda buatkan privacy policy.
Masukkan URL webesite dan alamat email yang anda gunakan untuk mendaftar blog> click Create My Privasy Policy..
Kalau tidak ada kesalahan maka privacy policy blog anda langsung jadi > copy privacy policy anda dan simpan di computer anda.

Selajutnya masuk di blog anda masuk ke desain pilih item laman buat laman baru dan paste privacy policy blog anda dan save dan privacy policy blog sudah sudah jadi . 
Masalah posisi laman privacy policy, itu terserah anda, itu bisa diatur di pengaturan Tata Letak.

demikian tentang



Bagaimana Cara Membuat Reader Visitor Histats

0 komentar

bagaimana Cara membuat reader visitor Histats, Spiderman Blogs,blog tentang kumpulan aneka artikel menarik dan panduan tutorial blogger,blogspot dan tutorial ilmu komputer, blogger visitor,reader histats,cara membuat,visitor blogger,histats visitors
Bagaimana Cara Membuat Reader Visitor Histats
Pada posting kali ini saya akan berbagi tentang cara membuat reader visitor Histats ( seperti punya saya diatas judul posting blogger), bagaimanapun kerennya blog kalau tidak dipasangin reader visitor Histats akan kurang bagus karena kita tidak tahu sudah berapa orang yang mengunjungi blog kita, sebenarnya membuat reader ini  agak susah tapi jika berkemauan besar pasti bisa membuatnya, baiklah kita kembali ke topik pembahasan, untuk membuat readerini tidak susah mencari penyedianya salah satunya yang akan saya sharing___
Pertama bukalah link dibawah ini
setelah jendela baru terbuka maka disana anda akan diminta untuk register url Blogger anda, buat akun histas anda dan jangan lupa  memilih time zone, CATATAN Jangan sampai salah  memilih time zone,jangan lupa centang pesetujuan persyaratnnya dan menulis capca yang diminta lalu klik registrasi.
Buka email yang anda pakai untuk mendaftar tadi untuk konfirmasi akun anda lewat email yang dikirim setelah registrasi tadi. Setelah konfirmasi kembali lagi ke home histas dan login dengan email anda lalu tambahkan alamat web anda klik modifikasi data ( label Setting sebelah kanan atas) > klik counter code> copy code standar yang mirip sperti kode dibawah ini :

<!-- Histats.com  START  (standard)-->
<script type="text/javascript">document.write(unescape("%3Cscript src=%27http://s10.histats.com/js15.js%27 type=%27text/javascript%27%3E%3C/script%3E"));</script>
<a href="http://www.histats.com" target="_blank" title="web stats service from statcounter" ><script  type="text/javascript" >
try {Histats.start(1,1880179,4,406,165,100,"00011111");
Histats.track_hits();} catch(err){};
</script></a>
<noscript><a href="http://www.histats.com" target="_blank"><img src="http://sstatic1.histats.com/0.gif?1880179&amp;101" alt="web stats service from statcounter" border="0" /></a></noscript>
<!-- Histats.com  END  -->

Untuk menampilkannya di blogger, sig in  ke blogger,di dashboard masuk ke desainbuka tata letak pilih tempat yang anda suka lalu tambahkan gadget pilih item HTML/ SCRIPT paste code yang sudah anda copy tadi lalu seve. 

Ok selamat mencoba cara-membuat reader visitor histats

Islam Wetu Telu

0 komentar

Ada beberapa versi tentang asal usul masyarakat Islam Wetu Telu di Pulau Lombok Indonesia
     Keberadaan Wetu Telu sebagai varian Islam di Lombok sudah ada sejak lama. Hanya saja tidak ada suatu keterangan pasti yang menunjukkan  asal-usul Islam Wetu Telu.  Juga tiada seorang pun yang dapat mendeskripsikan atau yang memberikaan penjelasan secara persis kapan dan dimana istilah tersebut mulai dipergunakan dalam kehidupan sehari-hari dikalangan masyarakat Islam pulau Lombok. Dalam hal ini setidaknya ada empat versi yang menyatakan tentang asal usul Wetu Telu. 
Pertama, Proses Islamisasi pertama kalinya di pulau Lombok, dilakukan oleh Sunan Prapen (Putra Susuhan Ratu Giri) dari Jawa pada abad ke-XVI. Sunan Prapen menyebarkan ajaran sufistik Islam kepada orang Sasak asli di pulau Lombok, yang saat itu mempraktekkan campuran animesme, Hindu dan Budha.Dari Lombok, pangeran Prapen melanjutkan perjalanan untuk menyebarkan misinya ke Sumbawa dan Bima. Tetapi, ketka pangeran Prapen meninggalkan Lombok, para wanita Sasak kembali menganut peganisme dan kemudian juga diikuti oleh kaum prianya. 

Kedua, versi yang menyatakan bahwa watak Islam yang dibawa oleh penyebar agama Islam dari Jawa memang sudah mengandung unsur mistik dan sinkretis . Kondisi ini berlangsung secara turun temurun dan mengkristal menjadi adat istiadat yang mapan. Hal ini menyebabkan para penganut Wetu Telu tidak berkeinginan untuk merubahnya, sekalipun alasan untuk mempertahankannya, juga sulit mereka temukan secara rasional. 

ketiga, versi yang menyatakan bahwa timbul Wetu Telu yang berwatak sinkretis disebabkan oleh singkatnya waktu para penyebar agama dari Jawa melakukan dakwah dan tingginya tingkat toleransi mereka terhadap paham animisme antomorfisme masyarakat sasak. 

Keempat, versi yang menyatakan bahwwa asal usul Wetu Telu adalah dua putra pangeran Sanupati, salah seorang penyebar agama Islam di Lombok. Dalam sebuah babad yang tertulis di daun lontar bahwa tokoh ini mempunyai dua orang putra Nurcahya dan Nursada. Nurcahya. Nurcahya digambarkan sebagai pendiri Islam waktu lima, dan Nursada sebagai pendiri Wetu Telu, yang pertama digambarkan sebagai muslim ortodox dan puritan, sementara yang terakhir sebagai muslim yang tradisional dan sinketis.  . 

Kelima, versi yang mengatakan bahwa Wetu Telu lahir sebagai konsekwensi dan strategi dakwah yang diterapkan oleh para penyerebar agama Islam, setelah melihat sulitnya medan dakwah Islamiyah dengan adanya penolakan-penolakan dan tingginya fanatisme masyarakat Sasak terhadap pengaruh Hinduisme dan Budhisme. 

Keenam, Wetu Telusebagai akulturasi dari ajaran Islam dan sisa kepercayaan lama yakni animisme, dinamisme, dan kerpercayaan Hindu. 

Ketujuh, disampaikan dugaan bahwa praktek Wetu Telu bertahan karena para wali yang menyebarkan Islam pertama kali tersebut, tidak sempat menyelesaikan ajarannya, sehingga masyarakat waktu itu terjebak pada masa peralihan. Para murid yang ditinggalkan tidak memiliki keberanian untuk mengubah praktek pada masa peralihan tersebut ke arah praktek Islam yang lengkap. Hal itulah salah satu penyebab mereka dikatakan Wetu Telu.

      Itulah beberapa versi tentang asal usul islam wetu telu yang hampir tidak ada suatu keterangan pasti yang menunjukkan asal usul varian tersebut. Meskipun terdapat beberapa versi namun masih sulit untuk menguji keabsahan masing-masing versi tersebut.

Guru mrupakan Elemen Pondok Pesantren

0 komentar

Pesantren terdiri dari lima elemen pokok, yaitu : Kyai, santri, masjid, pondok, dan pengajaran  kitab kuning atau kitab-kitab Islam klasik.  Kelima elemen tersebut merupakan ciri khusus yang dimiliki pondok pesantren dan yang membedakan dengan lembaga pendidikan lainya. Sekalipun elemen ini saling menunjang eksistensi sebuah pondok pesantren, tetapi Kyai memainkan peran begitu penting dalam dunia pesantren.
a.    Kyai (Tuan Guru)
Istilah Kyai (di Jawa), yang berkembang dikalangan masyarakat Islam suku Sasak Lombok akrab dengan sebutan Tuan Guru. Tuan Guru adalah tokoh agama yang dipandang sangat menguasai ajaran agama Islam dalam berbagai aspeknya. Tuan guru adalah kata gabungan yang terdiri dari dua suku kata tuan” dan “guru”. Tuan dalam etimologi Sasak (suku di pulau Lombok) yang berarti orang yang telah melaksanakan ibadah haji ke Baitullah (Makkah al-Mukarromah), dan guru berarti orang yang mengajar. Dalam terminologi Sasak, Tuan Guru adalah sekelompok orang yang ahli dalam bidang ilmu keagamaan (Islam) yang mengajar dan membimbing jama’ah atau murid-muridnya dalam suatu lembaga (majelis) formal di madrasah atau pesantren dan atau lembaga non-formal seperti di masjid-masjid, surau atau pesantren. Eksistensi Tuan Guru sebagai tokoh dan pilar stabilitas pembangunan di pulau Lombok memainkan peran yang sangat signifikan. Mereka terkenal karena kontribusi dan keterlibatannya yang sangat intensif baik dalam pengembangan dakwah maupun permainan politik kekuasaan (sebelum dan sesudah kemerdekaan).
Keberadaan seorang Tuan Guru dalam lingkungan sebuah pesantren laksana jantung bagi kehidupan manusia. Intensitas Tuan Guru memperlihatkan peran otoriter disebabkan Tuan Guru-lah perintis, pendiri, pengelola, pengasuh, pemimpin, bahkan juga pemilik tunggal sebuah pesantren. Oleh sebab ketokohan Tuan Guru di atas banyak pesantren akhirnya bubar lantaran ditinggal  wafat olah Tuan Guru-nya. Sementara Tuan Guru tidak memiliki keturunan yang dapat melanjutkan  usahanya. Sebagai salah satu unsur dominan  dalam kehidupan sebuah pesantren, Tuan Guru mengatur irama perkembangan dan kelangsungan kehidupan sebuah pesantren dengan keahlian, kedalaman ilmu, karismatik, dan ketrampilannya, Sehingga tidak jarang pesantren tidak memiliki  manajemen pendidikan yang rapi. Segala sesuatu terletak pada kebijaksanaan dan keputusan Tuan Guru.  Tuan Guru juga dapat dikatakan sebagai tokoh non formal yang ucapan dan segala perilakunya akan  dicontoh oleh komunitas disekitarnya. Tuan Guru berfungsi sebagai sosok model  atau teladan yang baik (uswah hasanah) tidak saja bagi santrinya tetapi  juga bagi seluruh komunitas  disekitar pesantren. Meskipun demikian Tuan Guru lebih banyak menghabiskan  waktunya untuk mendidik para santrinya ketimbang hal-hal lain.
b.    Masjid
Masjid merupakan sentral bagi pesantren karena disinilah pada tahap  awal bertumpu seluruh kegiatan di lingkungan pesantren, baik yang berkaitan dengan kegiatan ibadah, seperti, sholat berjama’ah, wirid dan do’a, dll. Disamping itu, masjid dipergunakan sebagai tempat kegiatan pendidikan santri dalam mempelajari kitab-kitab klasik. Selanjutnya, seiring perkembangan dengan bertambahnya jumlah santri, maka kegiatan pelajaran berlangsung di bangku, tempat khusus, dan ruang-ruangan khusus untuk halaqah. Perkembangan terakhir menunjukan adanya ruangan kelas sebagaimana terdapat di madrasah-madrasah.
Kedudukan Masjid sebagai  pusat pendidikan dalam tradisi pesantren  merupakan manifestasi universalisme dasar sistem  pendidikan Islam tradisional. Dengan kata lain, kesinambungan sistem  pendidikan Islam yang berpusat pada masjid,  sejak masjid al-Quba didirikan di dekat Madinah pada masa nabi Muhammad saw., tetap terpencar dalam sistem  pesantren. Sejak  zaman Nabi Masjid telah menjadi pusat pendidikan Islam. Dimana pun orang Islam berada mereka selalu menggunakan Masjid sebagai tempat pertama pusat pendidikan, aktifitas administrasi dan musyawarah.
Seorang Tuan Guru yang ingin mengembangkan sebuah pesantren biasanya pertama-tama akan mendirikan Masjid di dekat rumahnya. Masjid inilah yang nantinya digunakan oleh Tuan Guru untuk mengajar  santrinya. Dari sini pula para santri  mengenal tata cara kewajiban sholat lima waktu, memperoleh pengetahuan agama dan kewajiban lainnya dalam agama.       
Dalam perspektif sejarah Islam masjid tidak hanya sarana kegiatan pendidikan, lebih jauh dari itu masjid juga menjadi pusat bagi segenap aktivitas  Nabi Muhammad saw dalam berinteraksi dengan umat. Masjid  juga dikatakan sebagai pranata penting masyarakat Islam. Dalam pandangan Nurcholis Madjid, adanya masjid merupakan modal utama Nabi ketika berjuang  menciptakan Masyarakat  beradab itulah dalam istilah Nurcholis Madjid yang kini populer  dengan sebutan masyarakat madani (Civil Society).
c.    Santri
Santri sebagai elemen ketiga dari kultur pesantren yang merupakan unsur  pokok  yang tidak kalah pentingnya dari empat  unsur lainya. Biasanya santri terdiri dari dua kelompok. Pertama, santri mukim ialah santri yang berasal dari daerah jauh yang menetap dalam pondok pesantren. Kedua, santri kalong ialah santri yang berasal  dari daerah-daerah sekitar  pesantren dan biasanya  mereka tidak menetap di pesantren. Mereka pulang  kerumah masing-masing setiap selesai  mengikuti suatu pelajaran pesantren. Biasanya perbedaan antara pesantren besar dan pesantren kecil dapat dilihat dari komposisi santri kalong. Semakin besar  pesantrennya, semakin besar santri mukimnya. Dengan kata lain pesantren kecil akan memiliki  lebih banyak santri kalongnya daripada santri mukim. Santri mukim dengan Tuan Guru pimpinan pesantren serta anggota lainya, biasanya tinggal dalam suatu lingkungan tersendiri. Inilah yang disebut dengan pondok. Disinilah Tuan Guru dengan santrinya tinggal. Adanya  pondok  sebagai tempat tinggal bersama antara santri  dengan Tuan Guru sangat bermanfaat dalam rangka bekerja sama memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Hal ini merupakan  pembeda dengan lembaga pendidikan lainya.

PONDOK PESANTREN di INDONESIA

0 komentar

          Sebelum tahun 60-an, pusat-pusat pesantren di Jawa dan madura  dikenal dengan nama pondok. ”Istilah” ini barangkali berasal dari pengertian asrama-asrama para santri disebut yang disebut pondok atau tempat tinggal yang dibuat dari bambu, atau barangkali berasal dari kata Arab yaitu fundug yang berarti hotel atau asrama. Sedangkan pesantren berasal dari kata santri, yang dengan awalan pe di depan dan akhiran an berarti tempat tinggal para santri. 

      Menurut profesor Johns dalam In’am Sulaiman, istilah santri berasal dari bahasa Tamil yang berarti guru ngaji, sedang CC Berg berpendapat bahwa istilah santri berasal dari istilah shatri yang dalam bahasa India berarti orang tahu buku-buku suci agama Hindu, atau seorang sarjana ahli kitab suci agama Hindu. Kata shatri berasal dari kata shatra yang berarti buku-buku suci, buku-buku agama atau buku-buku tentang ilmu pengetahuan. Cliffirt geert dalam Zamaksyari Dhofier mengatakan, santri mempunyai arti luas dan sempit. Dalam arti sempit, santri adalah seorang murid atau sekolah agama yang disebut pondok atau pesantren.
      Pesantren diambil dari perkataan santri yang berarti tempat untuk santri, dan dalam arti luas atau umum santri adalah bagian penduduk Jawa yang memeluk Islam secara benar-benar, sembahyang, pergi ke masjid dan bergai aktivitas lainnya . Kemudian, forum pesantren mengelompokkan pesantren dalam dua kategori, yaitu pesantren syari’at dan pesantren thariqat (tarekat). Pesantren syari’at menekuni bidang pembelajaran hukum agama Islam,meskipun juga menyertakan penjiwaan tasawuf, pesantren tharikat pencarian kesucian diri bathiniah melalui tasawuf, meskipun tetap berdasarkan pada penguasaan syari’at terdapat varian, pesantren alat, pesantren kitab, dan pesantren Qur’an. 
       Dawam Raharjo mengelompokkan pesantren dalam dua tipe yaitu pesantren modern dan pesantren tradisional/salaf. Jadi, kata pesantren dalam konteks di sini adalah maknanya lebih identik dengan sebuah tempat menimbah untuk ilmu-ilmu agama Islam,  yang memiliki ciri khas tersendiri.

Cakupan Management Dakwah

0 komentar

     aPerencanaan dakwah Islam
Setiap usaha, apapun tujuannya hanya dapat berjalan secara efektif dan efisien jika sebelumnya sudah dipersiapkan dan direncanakan terlebih dahulu dengan matang.
“Setiap usaha, apapun tujuannya hanya dapat berjalan secara efektif dan efisien jika sebelumnya sudah dipersiapkan dan direncanakan terlebih dahulu dengan matang. ”perencanaan merupakan proses yang sistematis dalam pengambilan keputusan tentang tindakan yang akan dilakukan pada waktu yang akan datang.
Pendapat lain :
”Perencanaan ialah pemilihan dan penghubungan fakta-fakta serta perbuatan dan penggunaan perkiraan-perkiraan/asumsi-asumsi untuk masa yang akan datang dengan jalan menggambarkan dan merumuskan kegiatan-kegiatan yang diperlukan untuk mencapai hasil yang diinginkan. 
Dalam organisasi dakwah Islam , merencanakan disini menyangkut merumuskan sasaran atau tujuan dari organisasi dakwah. Dengan perencanaan, penyelenggaraan dakwah dapat berjalan secara terarah dan teratur rapi. Hal ini disebabkan adanya pemikiran secara seksama dan matang mengenai hal-hal apa yang harus dilaksanakan dan bagaimana cara melakukannya dalam penyelenggaraan dakwah itu, maka dapatlah dipertimbangkan kegiatan-kegiatan apa yang harus mendapatkan prioritas dan didahulukan dan mana kegiatan-kegiatan yang harus dijalankan setelah prioritas pertama. Dengan dasar-dasar inilah kegiatan-kegiatan dakwah itu dapat diurut dan diatur sedemikian rupa, tahap demi tahap yang mengarah pada pencapaian sasaran-sasaran dan tujuan yang telah ditetapkan. Disamping itu perencanaan juga memungkinkan dipilihnya tindakan-tindakan yang tepat, sesuai dengan situasi dan kondisi yang benar-benar dihadapi pada saat dakwah diselenggarakan. Hal ini dapat terjadi disebabkan perencanaan mendorong pimpinan dakwah untuk terlebih dahulu membuat perkiraan dan perhitungan mengenai berbagai kemungkinan yang akan terjadi dan dihadapi berdasarkan hasil pengamatan atau penelitian dan penganalisaannya terhadap situasi dan kondisi yang ada. Dengan demikian, maka kegiatan-kegiatan dakwah yang diselenggarakan benar-benar dapat mencapai sasaran-sasaran yang dikehendaki.
Selanjutnya dengan adanya perencanaan, kemudian dapatlah dipersiapkan terlebih dahulu tenaga-tenaga pelaksana dakwah yang diperlukan, begitu pula alat-alat perlengkapan dan fasilitas lainnya. Jika seanda’inya dalam kondisi tertentu dimana terdapat hal-hal yang belum dipersiapkan, seperti alat-alat perlengkapan dan fasilitas lainnya, maka paling tidak sudah dapat disadari adanya kekurangan-kekurangan itu, sehingga dalam proses penyelenggaraan dakwah dapat pula dilakukan usaha-usaha untuk mencukupi kekurangan-kekurangan itu. Misalnya dengan mengadakan usaha-usaha mengembangkan kemampuan tenaga-tenaga yang ada, mencari sumber-sumber dana baru untuk mencukupi kebutuhan dan sebagainya. Namun jika usaha-usaha membina potensi tenaga dan dana pada akhirnya diprediksikan tidak berhasil juga, maka perencanaan yang sebelumnya telah disusun itu dapat diadakan perubahan-perubahan dan penyesuaian-penyesuaian seperlunya, sehingga dalam keadaan bagaimanapun proses dakwah tetap dapat diselenggarakan dengan sebaik-baiknya. Suatu hal yang perlu disadari, bahwa suatu rencana itu tidaklah bersifat kaku, melainkan bersifat fleksibel.
Fungsi perencanaan lainnya bagi proses dakwah Islam adalah untuk memudahkan pimpinan dakwah dalam melakukan pengawasan dan penilaian terhadap penyelenggaraan dakwah, baik yang sedang dalam proses, maupun yang sudah selesai. Suatu proses dakwah Islam dikatakan dapat berjalan dengan baik jika penyelenggaraannya sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan. Sebaliknya suatu proses dakwah dikatakan tidak dan kurang berhasil, jika penyelenggaraannya tidak sesuai atau menyimpang dari rencana yang telah disusun.
1.    Langkah-langkah Perencanaan Dakwah
2.    Perkiraan dan perhitungan masa depan (forecasting)
3.    Segi-segi Fore Casting Dakwah
Sesuai dengan luasnya scope dakwah yang mencakup dan memasuki segenap aspek kehidupan, maka kejadian dan kemungkinan yang diperkirakan dan diperhitungkan akan timbul dan terjadi di masa depan itu pun mencakup berbagai segi pula. Segi-segi atau hal-hal yang akan berpengaruh bagi penyelenggaraan dakwah itu sifatnya luas sekali. Ada yang bersifat intern, yaitu yang terdapat dalam tubuh subyek atau penyelenggara dakwah sendiri. Selain intern, ada yang bersifat ekstern, yaitu hal-hal yang terdapat di luar tubuh subyek atau penyelenggara dakwah. Hal-hal itu ada yang bersifat positif, yaitu mendorong dan membantu penyelenggara dakwah, dan ada pula yang bersifat negative, yaitu yang merupakan penghalang dan penghambat bagi kelancaran jalannya proses dakwah. Di samping itu segi-segi atau hal-hal yang punya pengaruh bagi proses dakwah itu ada yang dapat dirasakan, tetapi ada juga yang tidak. Ada yang mempunyai pengaruh yang dominan, tapi ada juga yang tidak.
b.     Pengorganisasian dakwah
Pengorganisasian adalah fungsi manajemen dan merupakan suatu proses yang dinamis, sedangkan organisasi merupakan alat atau wadah yang statis. Pengorganisasian dapat diartikan penentuan pekerjaan-pekerjaan yang harus dilakukan, pengelompokkan tugas-tugas dan membagi-bagikan pekerjaan kepada setiap karyawan, penetapan departemen-departemen (subsistem) serta penentuan hubungan-hubungan. Organizing berasal dari kata organize yang berarti menciptakan struktur dengan bagian-bagian yang terintegrasikan sedemikian rupa, sehingga hubungannya satu sama lain terikat oleh hubungan terhadap keseluruhannya.
”Satu pendapatsian adalah suatu proses penentuan, pengelompokkan, dan pengaturan bermacam-macam aktivitas yang diperlukan untuk mencapai tujuan, menempatkan orang-orang pada setiap aktivitas ini, menyediakan alat-alat yang diperlukan, menempatkan wewenang yang secara relatif didelegasikan kepada setiap individu yang akan melakukan aktivitas-aktivitas tersebut”.
”Menurut pendapat lain, ”Penggorganisasian merupakan tindakan mengusahakan hubungan-hubungan kelakuan yang efektif antara orang-orang, sehingga mereka dapat bekerjasama secara efisien dan dengan demikian memperoleh kepuasan pribadi dalam hal melaksanakan tugas-tugas tertentu dalam kondisi lingkungan tertentu guna mencapai tujuan atau sasaran”.
pendapat lain :
”Fungsi pengorganisasian dari pada manager meliputi penentuan, penghitungan kegiatan-kegiatan yang diperlukan untuk mencapai tujuan-tujuan perusahaan, pengelompokkan kegiatan-kegiatan, penempatyan kelompok kegiatan-kegiatan termaksud ke dalam suatu bagian yang dikepalai oleh seorang manager, serta pelimpahan wewenang untuk melaksanakannya.
Pengorganisasian mempunyai arti penting bagi proses dakwah, sebab dengan pengorganisasian, maka rencana dakwah menjadi lebih mudah pelaksanaannya, hal ini disebabkan banyak sekali kebutuhan dalam kehidupan manusia yang tidak dapat dipenuhi dengan usaha sendiri, melainkan memerlukan kerja dan usaha bersama-sama dengan orang lain, demikian halnya dengan proses dakwah.
Pengorganisasian dakwah dapat dirumuskan sebagai “rangkaian aktivitas menyusun suatu kerangka yang menjadi wadah bagi segenap kegiatan usaha dakwah dengan jalan membagi dan mengelompokkan pekerjaan yang harus dilaksanakan serta menetapkan dan menyusun jalinan hubungan kerja diantara satuan-satuan organisasi atau petugasnya.
Pengorganisasian dalam dakwah meliputi tiga hal, yaitu Taujih (pengarahan), tauzhif (penugasan) dan tashnif (pengklasifikasian). Selanjunya dengan pengorganisasian, dimana kegiatan-kegiatan dakwah diperinci sedemikian rupa, akan memudahkan bagi pemilihan tenaga-tenaga yang diperlukan untuk melaksanakan tugas-tugas dalam dakwah, serta sarana atau alat-alat yang dibutuhkan. Dengan demikian, pemerincian tugas merupakan penunjuk untuk menentukan tenaga pelaksana  dakwah dan sarana atau alat-alat yang diperlukan.
Pengorganisasian yang mengandung koordinasi, akan mendatangkan keuntungan pula berupa terpadunya berbagai kemampuan dan keahlian dari pelaksana dakwah dalam satu kerangka kerjasama dakwah, yang kesemuanya diarahkan pada sasaran yang telah ditentukan. Akhirnya dengan pengorganisasian, dimana masing-masing pelaksana menjalankan tugasnya pada kesatuan- kesatuan kerja yang telah ditentukan serta masing-masing dengan wewenang yang telah ditntukan pula, akan memudahkan pimpinan dakwah dalam mengendalikan dan mengevaluasi penyelenggaraan dakwah. Manakala dakwah dilakukan tanpa organisasi yang rapi, maka resikonya adalah pengeluaran tenaga dan biaya yang demikian tingginya tanpa menghasilkan suatu prestasi dakwah sebagaimana yang diharapkan.
c.      Pengawasan dakwah
Kata control dalam bahasa Indonesia terjemahannya belum sama, ada yang menterjemahkannya dengan kata pengawasan ada pula dengan kata pengendalian.
”Pengawasan atau pengendalian dapat diartikan sebagai upaya untuk mengamati secara sistematis dan berkesinambungan; merekam; memberi penjelasan, petunjuk, pembinaan dan meluruskan berbagai hal yang kurang tepat; serta memperbaiki kesalahan. Pengawasan, merupakan kunci keberhasilan dalam keseluruhan proses manajemen, perlu dilihat secara komprehensif, terpadu, dan tidak terbatas pada hal-hal tertentu.
Manurut pendapat lain :
”Pengendalian dapat didefinisikan sebagai proses penentuan, apa yang harus dicapai yaitu standar, apa yang sedang dilakukan yaitu pelaksanaan, menilai pelaksanaan dan apabila perlu melakukan perbaikan-perbaikan, sehingga pelaksanaan sesuai dengan rencana yaitu selaras dengan standar.”
pendapat lain :
”Bagaimanapun rumit dan luasnya suatu organisasi. Proses dasarnya terdiri dari tiga tahap; (1) menetapkan standar pelaksana; (2) pengukuran pelaksanaan pekerjaan dibandingkan dengan standar; (3) menentukan kesenjangan (deviasi) antara pelaksanaan dengan standar dan rencana.
Pengawasan atau pengendalian dakwah membantu para da’i ’ untuk memonitior keefektifan aktifitas perencanaan dan pengorganisasian dakwah. Pengorganisasian dakwah juga dimaksudkan untuk mencapai suatu aktivitas dakwah yang optimal. Jadi, Pengendalian dalam dakwah adalah berfungsi :adanya standar sebagai ukuran dari hasil kerja dakwah yang dijalankan, Adanya pemeriksaan dan penelitian terhadap tugas dakwah.
e.     Evaluasi dakwah
Penyelenggaraan dakwah dikatakan dapat berjalan dengan baik dan efektif, bilamana tugas-tugas dakwah yang telah diserahkan kepada para pelaksana itu benar-benar dilaksanakan serta pelaksanaannya sesuai dengan rencana dan ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan.
Untuk mengetahui apakah tugas-tugas dakwah dilaksanakan oleh para pelaksana, bagaimana tugas itu dilaksanakan, sudah sampai sejauh mana pelaksanaannya, apakah tidak terjadi penyimpangan-penyimpangan, dan sebagainya, maka di perlukan adanya evaluasi kegiatan dakwah, untuk itu pengevaluasian terdiri dari langkah-langkah sebagai berikut:
1.     Menetapkan standart (alat ukur)
Langkah pertama dalam proses pengevaluasian kegiatan dakwah adalah menetapkan standart atau alat pengukur. Dengan alat pengukur itu barulah dapat dikatakan apakah tugas dakwah yang telah ditentukan dapat berjalan dengan baik, atau dapat berjalan tetapi kurang berhasil, atau samasekali mengalami kegagalan total dan sebagainya. Standart atau alat pengukur ini berbentuk: ukuran kwalitas, yang berarti mengulkur pekerjaan dari segi mutunya. Ukuran kwantitas, yang berarti mengukur hasil pekerjaan dari segi jumlahnya. Ukuran waktu, yang berarti mengukur hasil pekerjaan dari segi waktu yang dipergunakan. Ukuran biaya, yang berarti mengukur hasil pekerjaan dari segi seberapa besar biaya  yang di perlukan untuk menyelesaikan proses dakwah tersebut. Untuk menetapkan standart ini akan jadi tidak terlalu sulit jika tugas yang hendak dibuat standartnya itu menyangkut tugas-ugas yang konkrit, seperti membangun masjid, mushalla, langgar dan sebagainya. Namun menetapkan standart ini akan jadi sulit jika tugas yang hendak dibuat standartnya itu menyangkut hal-hal yang sifatnya abstrak, seperti misalnya kwalitas ke-islaman dari masyarakat yang diinginkan, kwalitas kemampuan kecerdasan dari anak-anak didik, dan sebagainya

2.     Mengadakan pemeriksaan dan penelitian terhadap pelaksanaan tugas dakwah
Langkah kedua dari proses evaluasi dakwah adalah mengadakan pemeriksaan dan penelitian terhadap pelaksanaan tugas dakwah yang telah ditetapkan. Dalam fase ini, diadakan pemeriksaan dan penelitian bagaimana dan sejauh mana rencana yang telah ditetapkan itu berhasil dapat dilaksanakan.
Pemeriksaan dan penelitian dengan cara ini dilakukan dengan jalan pimpinan dakwah mengarahkan perhatiannya terhadap pengecualian atau keistimewaan yang terjad. Untuk ini pimpinan harus menetapkan terlebih dahulu target-target yang harus dicapai. Sepanjang keguatan-kegiatan berjalan menurut rencana, maka tidak banyak pehatian diarahkan ke situ. Tetapi bila terjadi penyimpangan, seperti kemunduran dan sebagainya, segeralah diadakan pemeriksaan dan penelitian, mengapa sampai terjadi penyimpanganitu. Dengan cara ini maka pengendalian dapat dilaksanakan secara lebih efektif. Sebab perhatian sejak semula memang diarahkan pada kemungkinan terjadinya penyimpangan itu.
Dalam rangka memilih cara mana yang sesuai dengan penyelenggaraan dakwah, kiranya kombinasi dari cara-cara tersebut sangat bermanfa’at. Di samping kadang-kadang pimpinan dakwah mengadakan peninjauan langsung, juga meminta kedatangan para pelaksana dan laporan tertulisnya.
      3.  Membandingkan antara pelaksana tugas dengan standart
Setelah pimpinan dakwah memperoleh informasi selengkapnya mengenai pelaksanaan tugas dakwah dan hasilnya, maka langkah berikutnya adalah membandingkan antara pelaksanaan tugas dakwah dan hasil senyatanya dengan standart yang telah ditetapkan. Dari hasil perbandingan antara hasil senyatanya dengan hasil yang seharusnya dicapai, dapatlah diadakan penilaian, apakah proses dakwah berjalan dengan baik atau sebaliknya. Apabila ternyata proses dakwah berjalan dengan baik, artinya pelaksanaan tugas berjalan sesuai dengan rencana dan hasilnya dapat mencapai atau mendekati target-target yang telah ditetapkan, maka tidaklah perlu dicurahkan perhatian kesitu. Tetapi apabila ternyata pelaksanaan tugas tidak sesuai rencana. Begitu pula hasilnya tidak dapat mencapai target yang telah ditetapkan, maka pimpinan dakwah harus memfokuskan perhatiannya ke arah penyimpangan-penyimpangan yang telah terjadi itu. Dengan demikian penggunaan metode pengecualian pada fase ini akan sangat efektif.